February 28, 2008

Pelompat Tembok

tembok disana memancang angkuh
mengisolasi ruang diri dalam sunyi
terkungkung dibatas ketakutan

langkah pertama, memandangi tembok
kedua, mengumpulkan keyakinan
menghadapi keraguan, adalah ketiga
kemudian, melompat!

Horey! Lompatan kemenangan!
didapati diri tanpa batas, sanggup menantang dunia

February 27, 2008

Selasa Lalu

Selasa tlah berlalu
Rabu singgah menanti

Terima kasih kau buatku melewati hari

February 25, 2008

Pelajaran Hati

Seragam putih merah, putih biru, putih abu
Masuk pukul tujuh hingga lonceng membawamu kembali
Berjejal tugas masih menanti di bilik
Satuan kredit semester terus mengejar
Bertemu pengajar berkaus putih celana jeans biru
Memuncak saat toga membalut tubuh

Ternyata…
Belajar sekian tahun tak membuatmu pandai
Membaca hatiku

Hari Baru

Langit biru menggelora diri,
ditangan maestro mentari menari oranye
Meresapi hari dalam buaian warna,
tersenyum aku memicingkan mata

Langit baru terbentang luas

Percakapan Minggu

Kembali aku berbincang, bukan untuk kembali
Menegas posisi hati, dimana aku berdiri

Kemarin adalah berlalu, tak butuh kusesali
Pun tak rindu terulangi

Entah yang kau tangkap dari peduliku
Jelas aku tak berminat menunggumu

Maafku, kasihku, dukunganku, terpatri tulus
Bagi mu sahabat tak lebih

February 23, 2008

Selaras

aku rindu

hati
pikir
rasa
tingkah

selaras serta hatimu

Sudahlah

pergilah dari hariku
kau tak bisa bayangi langkahku
tak kan sanggup tahan lajuku

buat apa kau setia mengusik
menelusupi jeda diskusi solusi
melintas seolah pariwara media

pergilah dari hidupku
kecuali kau punya alasan
untuk berdiang di masa ku

February 22, 2008

Telepon

:Efan Tanmas

kembali kau bersuara

terdengar cakap dari tepi pulau
berceloteh ringan
berdehem berulang
tertawa riuh

pelipur di akhir malam

Pahlawan Generasi

: GA crew

membawa bendera cinta kau menapak
bergerilya di sudut persimpangan
tak jarang dingin menyurutkan semangat

ketika tindakan tak lagi berarti
kau berlutut menangis, mengharap
esok akan melahirkan kemenangan

perisai pasti tergenggam
senjata selalu dipertajam
kekuatan terus diperbesar

para pahlawan tak lagi menyerah
hanya untuk sebuah derita
mantap melaju di tengah perang

setiap langkah menuju gemilang
kemenangan telah terengkuh

Jembatan Pelangi

Mengapa harus beranjak untuk berpaling kembali
Keping hati terlalu mahal untuk setumpuk lara

Ku rindu berkelana meninggalkan seluruh

jejak yang menetes di pelupuk hari
Meniti merah hijau pelangi di ujung hujan
merinai makna disela cahaya

Mengapa harus beranjak untuk berpaling kembali
Ingin kuhapus sepenggal cerita hati

Bolehkah ku beralih ke sisi mentari
Melabuh hati di aura hangat jiwa

February 21, 2008

Kemana Kata

Kemana perginya tiupan angin
menghilang diantara gemerisik
daun bambu. Bersama kata-kataku

Aku mencari disetiap jeda, masih tanpa
kata, entah bersembunyi dimana

sepertinya aku merindukanmu
berkejaran di rongga kepalaku

Sepanjang Hari

Kamis,
Aku terbangun dari mimpi yang tak tercatat
di diary tidur yang terlelap
Masih terlalu pagi untuk memulai hari

Kamis pagi,
Senyummu mewarnai ruang tidur putih biruku
menyapu segala canggung menghadap hari baru
Terlantun kata “kuberi yang kau butuhkan”

Kamis ini,
Pasti melintas indah tanpa butuh disinggahi cemas
Mantap kata menjelma nyata bersama
belahan hati selalu serta

February 19, 2008

Cinta Surga

: Betania Eden

bagaimana bisa cinta
membuatmu tak beranjak
tetap berpijak
diterjang seribu topan


aku ingin sepertimu
cinta yang tak meminta

Anak Panah dan Pahlawan

pahlawan, busur telah kau genggam
kau lawan segala angkara yang sedang murka
bersarang pada kata juga percaya
setia berdiri menunggu

melintasi kawah hitam hutan biru kau mencari
aku. sebatang kayu untuk kau raut
terasah tajam nan indah bagai permata
siap ditembakkan tepat menancap
menghentikan detak sang lawan

tak sekalipun kau buangku dari tabung panahmu
ditangan sang pahlawan alam
kitalah penakluk segala lawan

-------
Seperti anak panah di tangan pahlawan,

demikianlah anak-anak pada masa muda

February 16, 2008

Alergi

Bertatap denganmu membuatku jengah
Sinar matamu menusuk pori-pori
Mengalirkan tetesan peluh sekujur tubuh

Kau tahu?
Kujelang dua malam nyaris tanpa tidur
Merasakan ulahmu yang menyakitkan

Setiap jengkal tubuhku terasa ngilu
Ditelusuri gatal menganggu
Berkoloni menebar noktah-noktah merah

Ringan dokter memvonisku
: alergi sinar matahari

February 14, 2008

Cokelat

cokelat tak lagi pekat
semarak bersama warna
merah, putih, biru

pink adalah coklat hari ini
berbentuk hati berhias pita
terukir sebuah kata
‘Love’ untukku

Mengejar Mimpi

Ribuan jam mengejar mimpi
Mengisi hari dengan berlari
Membagi visi di setiap perbincangan

Janji temu terus dibuat
Selalu ada yang harus diingat
Rutinitas tak juga boleh terlupa

Lalu...

Langit menjatuhkan gerimis pagi
Membawa sekelebat awan kelabu
Tak ketinggalan dingin yang menyengat
Membuatku lupa semua arti penat

Rejuvenation

Bersama perbincangan akrab dengan sahabat terbaik
Menakar rasa dan menuang sesendok pengertian
Menikmati seduhan rasa yang teracik di kedai kehidupan
Secangkir hidangan hangat di dinginnya gerimis kota tengah malam

February 10, 2008

Pria Berwajah Lurus

: Filipus Jonathan

pria berwajah lurus
menekur dalam pada setiap ucap
entah merenung entah menimbang

sering aku heran bukan buatan
bersebelah dengan pria tanpa jawaban
terkadang mendongkrak darah sampai ubun-ubun

sebiasa manusia biasa, ia pikir dirinya
tak sadar segudang cahaya terpendam dalam diri
tergodakah kau untuk menggali? Ayolah!

ringan dan berani, kau butuh menyelam
kedalaman: metamorfosa
berlarilah bila perlu, kejar destiny mu
biarkan sesosok kepala menjelma gemerlap di dirimu

-------
Akhirnya ku lukis sajak untuk sahabat menahun
Sesuai pesananmu di malam tahun baru lunar
Berikut nota terima kasih atas persahabatan

Ajari Aku Melukis

Sebab aku ini penulis
Bukan sekedar pembaca budiman
Kuukir hidup bersama mata pena:
Integritas

Tapi aku ingin melukis
Menikmati sensasi berlaksa warna
Menghembus nafas pada kosakata
Pula bermetafora dibalik estetika

Ajari aku melukis kata
Gemulai meliukkan makna
Terpajang pada dinding galeri hati

February 9, 2008

Penari Surga

melabuhkan hati pada langgam nada
menjawab kerinduan di lubuk ruang

menari langkah berlari
melayangkan raga ke udara
mengangkat lengan menembus surga

Sepenggal Kisah: Prajurit Bulan

: Yulius Lukmana

Belum lama sang bulan bergegas
Gigih berjuang seumpama prajurit
Melawan kelam kombinasi keraguan

Masih tersamar ketakutan di cahyanya
Bukan soal, asal bulan bertekad berpendar
Aku tersalut memandang bulan berjuang
Untuk bersinar

Sayangnya sang bulan tertunduk pilu
Padahal malam baru saja tiba
Begitu kusut laksana prajurit kalah,
Tepat ketika perang baru berkobar

Malam akan terus singgah di bimasakti
Semoga kau tak menciut di angkasa
Tak kan serupa dengan pengecut

Pantanglah menyerah prajurit!
Bersama Sang Panglima Alam
Menangkan perangmu di jagad raya!

Sunyi (2)

Tak lagi aku perlu menunggumu
Sunyi mu usang berlalu


Kujejak kaki berlari
Selalu berani

Biru Rindu

sontak jantung gelisah dalam dada
gegap gempita mendadak sunyi
menyeruak tak terperi

kemana perginya warna
malah gulana mengisi jiwa
genderang di tabuh mengusir
kelabu, kusambut dingin biru
rindu

February 7, 2008

Dengarlah

Aku harus menghadang waktu
bukan terseok-seok
mengiringi derap detiknya

Teguh aku berlutut,
sendengkan daun telinga
acuhkan sang waktu

Akhirnya ku resapi
hidup dan kehidupan
memanen buah pendengaran

February 6, 2008

Sepasti Impian

Matahari begitu hangat tanpa sengat
Menyelimuti setiap helaian rerumputan
Diselanya langkah-langkah kecil berlari
Menari-nari riang tak peduli galau

Sang guru menuntun kaki-kaki kecil mereka
Membaca dunia dalam permainan seru
Menendang setiap jengkal kebodohan
Mengundang pewahyuan hikmat

Wajah-wajah mungil akan mengukir dunia
Menorehkan semangat hidup
Memancarkan spektrum sejuta warna
Memateraikannya diatas cinta

Kawan, ini tak kan hanya mimpi
Terlalu nyata hanya untuk menjadi mimpi
Aku tahu

pasti: Ini sekolah!

Kehidupan adalah ruang belajarnya
Cinta adalah kurikulumnya
Keyakinan adalah gurunya

Liliput Berbadan Raksasa

“Aku tak mau beranjak”
Anak besar itu menjerit geram
Perubahan terlalu absurd buat si kerdil

Raganya tak lagi mungil
Tapi jiwanya tak kunjung tumbuh
Pantaskah ia disebut dewasa?

Cassiopeia

: Dede Nirwana

Anak kecil meluruh dewasa
Berlari-lari melintasi waktu
Memikul luka, membaca kehidupan
dalam cerita yang salah

Kami terus disini,
Mencairkan embun di pelupuk mata
Menekuk lutut, menghancurkan hati
dalam sekeranjang cinta

Layaknya pahlawan pantang mundur
Pesona cintaNya pantang pudar
Kamipun lantang bersepakat denganNya

Kami menangis untukmu
Kami tertawa
untukmu dan hari depanmu

Kamulah Cassiopeia
Memancar benderang dekat polaris
Di suatu tempat di belahan bumi

Tanpa Ragu

Tanyakan padaku
Apa bahagia itu


Tanpa ragu aku bahagia
Saat ini
Sekarang dan nanti

Janji

Terdiam dan berbisik
“Adakah dia akan datang?”


Suaranya angin yang lembut
“Pasti”

“Tak terlalu lama
kan?”

“Baiklah, akan kutunggu
sampai semua janji kau penuhi"

Menulis

Mari menulis berlembar keceriaan
di atas kain putih
yang selalu bersih

Peluk Hangat

senyummu seutas tali yang meretas
pelukmu layaknya senja yang hangat
tempatku selalu pulang
setiap waktu

Ah,

Kalau ada yang bisa, kamulah orangnya
Ada sesuatu yang kamu punya dalam diri


Lagi mereka bilang begitu padaku

Ah, seharian ini aku hanya ingin pulang dan bilang
Aku tak pernah bisa tanpamu

Kau Bilang

Manusia tak lebih dari hembusan napas
Mana bisa menjadi tumpuan


Keyakinan adalah kematian
Kalau tak pernah dilakukan

Cinta adalah kesabaran
Membawa sirna semua ketakutan

Harapan adalah sauh yang kuat
Terlabuh pada keping hati kekal

Ku bilang
Aku tak pernah lupa sesuatu
: Cintamu padaku

Kata

Dalam tawa kita bisa melihat
Sebuah hati atau
Segenggam kepalsuan?


Dalam tangis kita bisa merasa
Segores kepedihan atau
Setangkup haru?

Dalam kata kita menjadi tahu
Sebongkah kebohongan atau
Seluas jendela hati

Sebuah Percakapan

Angin
Hujan
Musim
Semuanya terus berganti

Juga percakapan

Lalu apa yang harus kupegang?

Kau

Kalau ada ranting yang tak goyah
Itu aku


Kalau ada tangan yang tergapai
Itu aku

Kalau ada kitab yang terbuka
Itu aku

Kalau ada anggur yang tercurah
Itu aku

Kalau ada lentera yang bersinar
Itu aku

Sesungguhnya itu bukan aku
Itu Kau

Pertemuan

Sekali itu aku bertemu dengan kekuatiran
Ia begitu menakutkan dan membuat hariku muram

Lalu aku bertemu kesedihan
Ia memelukku erat sampai aku harus menyeret langkahku

Tanpa kuduga aku bertemu kemarahan
Mencengkramku kuat hingga menyesakkan dada

Tak kubiarkan kekecewaan menghampiriku
Menggoyahkan langkahku apalagi menjatuhkanku

Sesudah semuanya itu, aku bertemu kedamaian
Suaranya begitu lembut terdengar menenangkan

Sekalipun di tengah
gunturdan angin ribut
Dengan tenang aku mendengar suaranya
Begitu damai

-segenggam ketenangan lebih baik daripada dua genggam jerih payah dan kekesalan hati-

Kapan

Pada temaram yang dingin?
Pada pagi yang sesak?
Pada isak yang tak lagi basah?
Pada setapak yang tak lagi tak berujung?

Disini

: Jeremiah 17.7

Kurengkuh harapanku dalam pesona matamu
Merajut pandangmu di relung hatiku


Duniaku selalu terkait di sudut hatimu
Tangan ini selalu tergapai meraihmu

Tak kan sia-sia aku berdiri
Memahat hidup bersamamu

Setangkai Doa

Kurangkai dukaku dalam kata
Sepertinya itu tak berarti bagimu
Kesediaan tak pernah berubah menjadi makna


Aku memandangi matamu
Mencoba menerobos masuk dalam duniamu
Tak sanggup aku menarikmu keluar

Tak ada yang tak bisa jika kau mau
Walau tak pernah semudah mengangkat tangan

Jangan menangisi harimu
Karena hidup selalu lebih bermakna dari sekedar sesal

Sunyi

Pernah aku menunggumu
Menggendong sekantung luka dipangkuan

Berkali-kali aku menunggumu
Tanganku terbebas tak lagi kugenggam kantung itu

Lagi-lagi aku menunggumu
Merenungi sunyimu dalam deraian kepedihan
Ingin tenggelamkan tangisku dalam dekapmu

Tak peduli angin membawa kita tersesat
Jalan setapak pasti akan menyapa kita

Aku masih menunggumu
Ingin ku bawa secangkir teh hangat, menemani kita

Kepala Sakit

Tanganku terluka, berdarah
Terasa sakit sekali

Lalu tanganku tak lagi berdarah
Saat tersentuh,
kenapa tetap sakit?

Ternyata sakitku bukan lagi
Tanganku, ternyata kepalaku
Kepalaku masih berpikir sakit
makanya tanganku sakit

Buang saja kepalamu…
Bukan!
Buang saja pikiran sakit dikepalamu
Kamu pasti sembuh

Aneh


Aneh, kita semua mempertahankan kesalahan
lebih berani daripada membela kebenaran

-Kahlil Gibran-

Permenungan

Dirimu egois, tak berikan
kesempatan kesukaan:
menghiburmu. Ingat,
kau tak bisa melarangku untuk
berdoa: kasih yang sempurna.

Kau muram semalam suntuk.
Malah kadang terdengar juga
jeritan-jeritan, apalagi
tangisan yang suka merasa
sok penting dan selalu ikut
ambil bagian. Aku terpana.

Akhirnya aku menantikan
dirimu dalam sebuah senyuman
manis. Mungkin di hari natal,
bahkan valentine yang hangat.

Padahal cinta hanya berkisar
antara ada dan tiada. Namun
memang tak pernah kau temukan
pengertian atas sebuah tulisan.

Dan Tuhan gelisah saja di saban
waktu. Dirimu egois, tak berikan
kesempatan kesukaan: menghiburmu.
Ingat, kau itu begitu tersayang.
Sehingga kami mulai berdebat:
Siapa yang berani menemanimu?

-Steven menulis-

Berlari

menetapkan hati, membawa kaki
berjejak melangkah

hati, kubawa berlari
melintasi ruang hanya bersamamu

Sampai kau berkata
'jangan berlari sendiri'

8 desember 2007